Sosial

Cara Islam Memperlakukan Buruh

Team ICT | Sabtu, 30 Mei 2015 - 12:13:40 WIB | dibaca: 2 pembaca

May Day atau Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap 1 Mei, menjadi hari bagi para buruh menyuarakan berbagai keluhannya. Keluhan tentang berbagai sistem yang diangggap merugikan rakyat. May Day sempat dilarang saat pemerintahan Orde Baru berkuasa, namun di era pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi Hari Libur Nasional berdasarkan Keppres No. 24 Tahun 2013 yang dikeluarkan SBY.

Memperingati Hari Buruh Internasional ini, LDII ingin mengucapkan Selamat Hari Buruh. Semoga momentum ini bisa menjadi media evaluasi yang baik untuk negara dan bersama mensejahterakan rakyat. Selain itu, LDII juga mengajak para pengusaha dan pemimpin perusahaan untuk memperlakukan buruh sesuai ajaran Islam, di antaranya:

1. Memberikan Kebebasan Beribadah
Meskipun pemerintah telah mengeluarkan  Pasal 29 ayat 2 UUD 45, Pasal 22 ayat 1 dan 2 UU No 39 Tahun 1999, Tentang Hak Azasi Manusia, dalam hal ini kebebasan beribadah, akan tetapi kenyataan dilapangan buruh masih menemukan berbagai rintangan. Larangan mengenakan hijab dan sholat adalah beberapa bentuk pelanggaran yang kerap dihadapi para buruh di tempat kerja.

Mulai dari dianggap mengurangi mobilitas kerja, memberikan gambaran fanatik, menjauhkan pelanggan dan berbagai alasan lainnya dijadikan perusahaan untuk melarang buruhnya mengenakan hijab. Padahal negara maju seperti Australia dan Inggris berani menempatkan wanita berhijab sebagai pelayan publik seperti teller, customer service, dan receptionist. Tidak jauh berbeda dengan para wanita, para buruh pria kerap mendapati masalah ibadah Sholat Jumat. Mulai dari dipotong gaji, dianggap membolos, hingga hal terburuk dikeluarkan dari perusahaan merupakan ancaman yang dihadapi para buruh pria di beberapa perusahaan.

Kisah muadzin pertama, Bilal bin Rabah pernah mengalami hal serupa. Pasca majikannya mengetahui dirinya memeluk Islam, siksaan berdatangan agar dia kembali menyembah berhala. Pukulan cambuk dan beratnya batu yang menindih badannya tidak sedikitpun mengoyahkan niatnya. Allah menunjukkan pertolongannya. Beruntung, lewat bantuan Abu Bakar, Bilal dimemerdekakan dan diajaknya memeluk Islam.   

gbr

2. Membayar Buruh Sesuai dengan Kesepakatan
Pembayaran upah yang terlambat, tidak sesuai dengan kesepakatan upah minimum kota, serta lembur yang tidak dibayar, merupakan beberapa tuntutan buruh yang kerap kita saksikan di televisi. Hal ini bertentangan dengan ajaran Rasulullah yang memerintahkan untuk membayar pelayan atau pembatu sesuai dengan kesepakatan dan tepat waktu.

Dalam sebuah riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda, “Allah SWT berfirman, Ada tiga kategori golongan yang Aku menentangnya (kelak) di hari kiamat: lelaki yang berinfak kemudian ditarik kembali, lelaki yang menjual orang merdeka lalu memakan uangnya, dan orang yang mempekerjakan pekerja dan telah mendapatkan hasilnya, tetapi tidak memberikan upah,”. Selain itu Nabi juga bersabda, “Berikanlah buruh itu upahnya, sebelum keringatnya kering,” HR Ibnu Majah. Tidak membayar buruh tepat waktu dan sesuai dengan kesepakatan, menurut Islam merupakan bentuk kedzaliman.

3. Tidak Menyiksa Buruh dan Berlaku Baik
Tidak hanya berupa siksaan fisik, Rasulullah juga tidak mengajarkan mencaci atau mengucapkan kata-kata kasar pada pembantu. Anas bin Malik pelayan Rasulullah pernah berkata, "Demi Allah, aku telah membantu Baginda selama 7 atau 9 tahun. Aku tidak pernah menjumpainya mengomentasi apapun yang aku lakukan, ‘Kenapa kamu melakukan ini dan itu?’ Atau mengomentari apa yang aku tinggalkan, ‘Mengapa kamu tidak melakukan ini dan itu?’'' HR Muslim.

Dalam Islam pembantu atau buruh diumpamakan sebagai saudara. sebagaimana sabda Rasulullah “Saudara kalian adalah budak kalian. Allah jadikan mereka di bawah kekuasaan kalian,” (HR. Bukhari). Nabi menyebut pembantu sebagaimana saudara majikan agar derajat mereka setara dengan saudara.

4. Tidak Memaksa Melakukan Pekerjaan Melebihi Kemampuannya
Rasulullah melarang memberikan beban tugas kepada pembantu melebihi kemampuannya. Majikan juga tidak boleh memaksa pembantunya untuk memikul beban kerja yang bisa merusak kesehatannya sehingga dia tidak bisa menunaikan kewajibannya. Jikapun terpaksa itu harus dilakukan, beliau perintahkan agar sang majikan turut membantunya. Beliau bersabda, “Janganlah kalian membebani mereka (budak), dan jika kalian memberikan tugas kepada mereka, bantulah mereka,” HR. Bukhari No. 30.

Selain itu Nabi SAW pun berpesan kepada para majikan, “Beban yang kamu ringankan dari pembantumu kelak akan menjadi pahala bagimu dalam timbangan amal kebaikanmu” HR Ibnu Hibban.

5. Memperhatikan dan Memenuhi Kebutuhan Buruh
Kebutuhan pribadi buruh seperti jaminan kesehatan dan kesejahteraan lainnya dalam Islam diajarkan untuk menjadi perhatian majikan (pimpinan perusahaan). Rasulullah tidak hanya mencontohkan memberikan upah akan tetapi juga mengajarkan memberikan perhatian lebih.

Dituturkan oleh Rabi’ah bin Ka’ab al-Aslami, “Aku pernah membantu Nabi SAW. Baginda bersabda kepadaku, ‘Wahai Rabi’ah, apakah kamu tidak ingin menikah?’ Aku menjawab, ‘Tidak, wahai Rasulullah. Saya tidak ingin menikah. Saya tidak mempunyai sesuatu untuk bisa menghidupi istri. Saya juga tidak ingin menyibukkan diri hingga melupakan Tuan.’ Baginda SAW bersabda, ‘Tinggalkanlah saya.’ Setelah itu, Baginda SAW pun mengulanginya lagi.’ Aku pun menjawabnya dengan jawaban yang sama. Hingga Baginda mananyakannya yang ketiga, aku pun menjawabnya, ‘Tentu, ya Rasulullah. Perintahkanlah apa yang Tuan kehendaki, atau Tuan inginkan.’ Baginda pun bersabda, ‘Berangkatlah ke keluarga si Fulan di sebuah perkampungan kaum Anshar,” HR Ahmad dan Al Hakim. (Bahrun/Lines) 










Komentar Via Website :


Nama

Email

Komentar



Masukkan 6 kode diatas)