Sosial

Kemdikbud : Paradigma Pembelajaran Modern Terpusat pada Siswa

Munas VIII LDII - Kemdikbud : Paradigma Pembelajaran Modern Terpusat pada Siswa

Team ICT | Sabtu, 12 November 2016 - 09:05:47 WIB | dibaca: 1 pembaca

Kemdikbud : Paradigma Pembelajaran Modern Terpusat pada Siswa

Jakarta (10/11) – Paradigma pembelajaran modern menerapkan proses pembelajaran yang terpusat pada siswa. Paparan ini disampaikan Kepala Bidang Radio, TV, dan Film Pusat Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Dr. Sri Hargyanto Suryaprayuda pada Munas VIII LDII hari terakhir (10/11) di Balai Kartini Jakarta.

“Pembelajaran yang sekarang ini harus menggeser peran guru. Dari hanya guru yang sangat aktif, menjadi siswa yang aktif,” ujar Sri Hargyanto Suryaprayuda.

Hargyanto menambahkan pembelajaran abad 21 harus memiliki prinsip-prinsip tertentu agar peserta didik menjadi aktif. Perlu juga membentuk koneksitas kerja global melalui kemitraan dengan dunia usaha. Selain itu membiasakan siswa untuk tidak segan mencoba sesuatu. Pada akhirnya ketiga hal di atas dikolaborasikan dengan disediakannya ruang belajar indoor, outdoor, fasilitas magang dan ruang interaktif. “Pembelajaran yang terpusat pada siswa dimana pendidik bertindak sebagai fasilitator,” ujar lulusan Teknik Sipil Universitas Negeri Surakarta (UNS) ini.

Untuk semakin memperkuat prinsip tersebut, maka ia mengajak 1.500 peserta Munas untuk menguasai kembali nilai-nilai Ki Hajar Dewantara yakn ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. “Pendidik itu sebagai teladan, sahabat, dan motivator bagi murid,” lanjut pria yang kelahiran Wonogiri 57 tahun silam ini.

Pendidik sebagai teladan harus memodelkan perilaku pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning) dengan mengimplementasikan kecakapan hidup (life skill) yang berdasar pada pedoman hidup (lifelong guidelines).

Lebih lanjut, Hargyanto menyebut bahwa pendidik harus memahami peserta didik secara personal. Landasannya, setiap individu memiliki kecerdasan dalam berbagai cara (multiple intelligences).

Sementara itu, pendidik sebagai motivator akan mengevaluasi target dan kinerja pembelajaran. “Ia dan peserta didik mampu mengevaluasi diri sendiri,” jelas Hargyanto. Ini akan membentuk peserta didik untuk membangun dan melaksanakan proyek belajar yang inspiratif sekaligus menyelesaikan persoalan di sekelilingnya.

Nilai keteladanan dalam kalimat ing ngarso sung tulodho berarti niteni (mengamati) sehingga siswa dapat menentukan tujuan sukses dirinya. “Menjadi sahabat, konsepnya adalah ing madyo mangun karso yang berarti menirukan atau memberi contoh. Teknisnya adalah mengkonstruksikan pengetahuan, mengajarkan penguasaan TIK, melatih komunikasi dan kerjasama,” ungkapnya.

Terakhir sebagai motivator maksudnya adalah Tut Wuri Handayani. Praktiknya menambahkan nilai-nilai kehidupan pada siswa dengan teknik belajar memecahkan masalah dan berinovasi.

“Maka sekali lagi agar siswa aktif maka perlu melibatkan siswa untuk melakukan sesuatu dan berpikir bagaimana sesuatu itu dilakukan seperti diungkapkan pula oleh Bonwell dan Elson,” ucapnya.

Berbicara Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang sejalan dengan era modern, Hargyanto mengungkapkan bahwa infrastruktur TIK adalah sebuah sarana.

“Di Kemendikbud kami membuat beberapa program dalam rangka membuat siswa menjadi aktif. Ada TV edukasi, siaran radio edukasi, portal rumah belajar dan portal manajemen sekolah,” kata doktor jurusan Project Manajemen ini.

Kemampuan memahami nilai Ki Hajar Dewantara yang terintegrasi dengan sistem TIK maka percepatan menghasilkan siswa berkarakter aktif dapat segera terealisasi. “Menghadapi bonus demografi pada 100 tahun Indonesia merdeka kita harus menyiapkan SDM yang mumpuni. Integrasi dan pemahaman yang baik ini pada akhirnya memberikan sebuah harapan siswa dapat merefleksikan secara mandiri proses pembelajaran,” ungkap Hargyanto. 










Komentar Via Website :


Nama

Email

Komentar



Masukkan 6 kode diatas)